Sepenggal Lagu ciptaan Rachman A ini kerap menjadi icon kota Surabaya, perhatikan liriknya, begitu kental makna perjuangan dan semangat kepahlawanan
Surabaya, Surabaya, oh Surabaya
kota kenangan, kota kenangan
takkan terlupa ….

Kalau di tanya generasi sekarang mungkin tidak banyak yang faham benar cerita perjuangan Pahlawan angkatan 45, bisa jadi bingung. Sekarang jaman sudah jauh berbeda, kehadiran gadget dan koneksi internet yang canggih sudah merubah gaya hidup generasi milenia. Bagaimana tidak, kalau dulu Guru adalah segala sumber pengajaran dan informasi, saat ini segala rupa nyarinya ke mesin pencari online. Seakan mesin itulah yang paling tau segalanya. Tapi secara hati kita tidak bisa merasakan, berempati dan menyelami secara dekat apa arti perjuangan tanpa melihat langsung sisa-sisa bukti perjuangan itu. Luar biasanya Pemerintah Kota Surabaya masih perduli akan sejarah kotanya. Bangunan kuno, museum dan Tugu Perjuangan masih kekar berdiri terpelihara dengan baik bertahan waktu demi waktu diantara hiruk pikuk kota Metropolitan, Surabaya
Terus berkembang dan berbenah diri, kota bersuhu panas ini berjalan terus membangun dirinya, baik pemerintahan, property, bisnis dan perdagangan, tak kalah pula life style yang semakin marak sejalan dengan semakin baiknya sarana transportasi laut, udara dan darat di pulau Jawa. Surabaya yang setiap saat bisa ditempuh satu jam saja dengan pesawat udara, atau 12 jam dengan kereta api mulai kelas ekonomi hingga bisnis eksekutif, atau yang berminat overland atau melalui daratan juga sangat memungkinkan. Hingga menjadikan Surabaya sebagai destinasi di Timur pulau Jawa ini mudah dijangkau dan ramah bagi wisatawan.
Keterbukaan pihak pemerintah terhadap investor dan andil pihak swasta juga sangat berpengaruh terhadap perkembngan geliat wisatanya, sebagai contoh Sampoerna Foundation, ambil peran dalam pengemasan wisata sejarah dengan inovasi baru, sejarah tak lagi menjadi kebutuhan yang berusia lanjut, tapi sejarah dikemas menjadi sajian, tontotan dan peminatan usang namun sebalinya Museum ini ditata dengan nuansa teknologi terkini. Tampak depan Museum Sampoerna seperti bangunan kuno jaman Mediterani, klasik dengan pilar besar dan tinggi. Di dalamnya disajikan informasi sejarah nan apik bernuansa modern, nyaman, berpendingin udara dengan penyinaran yang baik, hingga membuat betah para pengunjung. Ditambah lagi kini hadirnya Bus Wisata yang di kelola pihak Yayasan Sampoerna bertajuk “Surabaya Heritage Track” memudahkan wisatawan mengenal sejarah kota ini dengan baik. Yang lebih berkesan adalah karena label gratisnya itu, jadi wajar saja karena bebas biaya yang berminat tentu membludak, jadi jangan lupa ya reservasi dulu di Tracker Information Center (TIC) dengan nomor telpon 031539000 Ext. 24142.
Jalur yang ditempuh mulai dari House of Sampoerna di kawasan Kebunrojo dilanjutkan ke daerah Tunjungan lalu ke Balai Kota kemudian ke Gedung Kesenian Jawa Timur dan kembali lagi ke House of Sampoerna. Sepanjang perjalanan, terutama jalan Rajawali, jalan Veteran dan jalan Pahlawan di kanan dan kirinya masih berdiri bangunan klasik yang masih dipertahankan. Antara lain Tugu Pahlawan yang tingginya lebih dari 40m, lambang perjuangan Arek Suroboyo melawan penjajah, Hotel Ibis yang cantik, Bank Mandiri hingga Hotel Majapahit yang dahulu dikenal sebagai Hotel Yamato, tempat dimana terjadi insiden bendera, saat para pejuang Surabaya merobek bendera merah-putih-biru milik Belanda hingga menjadi merah-putih Bendera Indonesia. Nah seru kan, tinggal duduk manis sudah lengkap di jelaskan dengan detail oleh pemandu. Jadi alasan apalagi buat kita tak mengenal sejarah?


Tak kalah menarik dengan kulinernya, tak lupa makan siang rujak cingur, nah ini makanan wajib juga kalau ke Surabaya, apa itu rujak cingur? Aneka sayuran dengan kuah kacang ala rujak ditambah cingur, cingur? ya itu bagian dari hidung sapi, lezat? Pasti, banyak tersebar dari warung pinggir jalan hingga restoran ternama di kota ini. Bisa juga dimakan dengan nasi.
Belum lelah kan berkeliling kota Surabaya? Perjalanan kita bisa di lanjutkan istirahat sekaligus melakukan sholat Dzuhur di jalan Gading, ada sebuah Mesjid Merah yang unik. Mesjid ber-arsitektur China ini sangat kental dengan budaya Tionghoa, ukiran, ornamen hingga kaligrafinya. Inilah Mesjid Muhammad Cheng Ho. Beliau Konon seorang laksamana yang beragama Islam, dahulu kerap melakukan perdagangan, persahabatan dan menyebarkan agama Islam di Surabaya.

Eits, jangan terlena oleh angin sepoi dari celah pilar cantik Mesjid Cheng-Ho, karena kita akan melanjutkan hembusan angin yang lebih kencang yaitu, menyusur daerah Pantai Surabaya. Ya daerah ini dikenal dengan kawasan Pesisir Pantai Kenjeran, banyak kisah juga terlahir disini. Antara lain kita bisa mengunjungi Patung Budha empat wajah delapan tangan. Patung Budha berwarna emas setinggi 36 meter ini konon mirip dengan patung Thao Maha Brahma atau juga biasa disebut Tao Maha Phrom yang berada di Altar Erawan, Bangkok, Thailand. Keren kan? Empat Wajah melambangkan kebaikan sang Budha, yaitu murah hati, pengasih, adil, dan meditasi. Sedangkan delapan tangan melambangkan kekuatan sang Budha. Tak jauh dari Patung Budha ini kita bisa juga berjalan kaki menuju Klenteng Sanggar Agung , Klenteng setinggi 20 meter terletak di tepi laut, dengan patung Dewi Kwan im yang anggun, selain tempat ibadah juga menjadi objek wisata religi bagi masyarakat


Menghabiskan sore ini di pantai Kenjeran adalah pilihan yang tepat, pantai dengan sajian kuliner khas laut yang berlimpah, dari pedagang aneka ikan asin, hingga beragam model souvenir dari laut. Penjaja tenda penjual makanan khas Kupang Lontong berderet di tepi Pantai kenjeran, Kupang Lontong, adalah makanan tradisional khas daerah ini, terdiri dari setumpuk kerang kecil yang sudah di kupas ditemani lontong dan sate kerang dengan kuah beraroma petis. Kamu harus coba!. Kalau berasa pedas minumnya es kelapa muda ya, sambil duduk lesehan di tepi pantai memandang nelayan hilir mudik dengan latar Jembatan Suramadu di kejauhan. Nah siapa yang mampu menolak kenikmatan sore ini.


Foto-foto Surabaya