Menjejak Langkah di Tidore

Bergegas berlari karena mendadak hujan turun deras di pelabuhan Bastiong.   Kerumunan masyarakat di pasar Bastiong berhamburan mencari tempat berteduh.  Pelabuhan Bastiong adalah pelabuhan khusus menuju ke Pulau Tidore. Ada dua moda transportasi, yaitu speed boat dan kapal ferry (untuk penumpang dengan membawa kendaraan roda dua maupun empat).

Hanya 15 menit bisa juga 30 menit saja, ya tidak ada waktu yang pasti untuk waktu tempuh dari Ternate ke Tidore, namun bukanlah ukuran yang jauh, karena dari Ternate sendiri Pulau Tidore sudah tampak jelas. Kemungkinan besar ombak juga tidak terlalu besar. Akhirnya saya memutuskan untuk segera naik saja ke speed boat walau hujan masih terus mengguyur.

Speed boat berwarna kuning, terombang ambing ditepi dermaga, kondektur speedboat membantu saya melewati jembatan dari hanya sebilah papan kayu. Speed boat didesain dengan jendela di kanan dan kiri, seluruh penumpang berjajar dua seperti bis, paling depan sang nakhoda dengan kotak kecil dikanan sebagai kompas. Namun saya tidak lagi fokus memandang tiap sudut speed boat ini. Memilih duduk paling depan agar bisa leluasa memandang lautan. Tak menunggu lama untuk memenuhi speed boat dengan kapasitas 10-12 orang. Hujan masih saja tak henti, dan seketika speed boat menjadi pengab karena semua kaca tertutup rapat. Lirih saya buka pelan kaca dikiri agar angin laut melegakan udara dalam speed boat, walau tersiram rinai hujan, aroma laut terasa segar menampar pipi saya.

Harapan melihat kecerahan di pulau Tidore, 10 menit di tengah lautan angin kencang dan hujan seketika reda, kecemasan pun berangsur hilang. Alhamdulillah akhirnya speed boat melambat, sayapun tiba di dermaga pelabuhan Rum disambut terik matahari. Langit kelam tadi kini berubah membiru, kondisi cuaca yang begitu kontras. Semangat memotretpun seketika kembali membara.

Hiruk pikuk pelabuhan Rum, di Pulau Tidore, masyarakat berdagang di emperan dermaga,  menjaja buah mangga, jeruk dan aneka kerajinan gelang dari kayu. Para ojek menawarkan jasa, juga supir mobil yang siap sedia mengantar tamu maupun masyarakat setempat. Namun saya tak langsung meninggalkan pelabuhan, karena aktivitas disini justru sangat menarik. Hilir mudik speed boat dan ferry menurunkan sepeda motor, penumpang yang turun dan naik speed boat, ada yang membawa ayam, karung bahkan berpakaian rapi PNS. Langit cerah dengan latar gunung Gamalama di depan saya tampak bersih tanpa awan, baru hari ini Gunung nan elok itu menampakkan puncaknya setelah dua hari berada di Ternate. Di sebelah kiri saya, sebuah pulau tampak hijau menjulang. Inilah yang disebut pulau Maitara. Sebuah pulau dalam kawasan kabupaten kepulauan Tidore. Pulau Maitara, mungkin tak banyak yang mengenal pulau ini, karena tak se- tenar pulau Bali ataupun Lombok, namun istimewa karena pulau Maitara terlukis indah dalam lembaran uang kertas Rp 1000 di jamannya

Walau sudah mengantongi daftar objek menarik yang di browsing dari internet. Saya menyempatkan diri membaca dan mengamati satu persatu foto-foto dan keterangan lokasi pada baliho besar yang terpampang di anjungan dermaga langsung di capture dengan handphone sebagai pegangan menjelaskan tujuan yang akan saya datangi pada bapak ojek, karena tak jarang penduduk asli bahkan kurang faham terhadap lokasi daerah wisatanya sendiri, beberapa tempat tidak mengenal dan bahkan baru pertama kali mengunjungi saat bersama saya.

Tidore Kepulauan adalah salah satu kota di provinsi Maluku Utara, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 9.564,7 km².  Tahun 2003 terjadi pemekaran dari Kabupaten Halmahera Tengah, hingga Kota Tidore yang terletak disebelah Utara berbatasan dengan Kota Ternate dan Kabupaten Halmahera Barat, di Selatan berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Selatan dan Kota Ternate, dan di Barat dibatasi oleh Laut Maluku, sedangkan di Timur berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Halmahera Tengah menjadi daerah Administratif Kepulauan Tidore dengan Ibukota Soa Sio

Seperti umumnya daerah Ambon di Maluku. Kepulauan Tidore, masih berjaya di urusan rempah-rempah, komoditas Cengkeh dan Pala adalah masih menjadi unggulan. Kita kerap menghirup aroma rempah saat penduduk menjemur cengkeh di halaman rumah serta aktivitas mengupas buah pala di tepi kebun pala.

Sejarah Tidore. Tidore berasal dari tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To adao Rahe, artinya, ‘saya mungkin (telah) sampai’, namun konon sebelum masuknya Islam pulau Tidore dikenal dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api, bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku yang mereka namakan gunung “Kie Marijang” dan “kie Matubu”. Saat ini, Kie (Gunung) Marijang sudah tidak aktif lagi, sedangakan Kie Matubu 1700 mdpl dan masih aktif.

Tidak seperti saudaranya Pulau Ternate dengan Gunung Gamalama dan Morotai dengan Sail Morotai yang mulai dikenal dunia luar, Pulau Tidore masih tertidur lelap dan cenderung kurang diperhatikan, padahal dari sisi sejarah tidak kalah dengan Ternate.  Namun karena bukan terletak pada jalur transportasi utama seperti Ternate, Tidore seperti terlupakan dan nyaris tertidur lelap.

 

Kemana saja??

1. Titik Nol Tidore

Titik Nol Tidore

Situs Titik Nol dikenal sebagai awal jejak langkah seorang Juan Sebastian Elcano yang melakukan ekspedisi keliling dunia dan tiba di Tidore tahun 1512,  Monumen ini bisa ditemui di dekat Pelabuhan Rum, sebagai sebuah peninggalan sejarah yang sangat menarik perhatian masyarakat Internasional.

 

2. Pantai Rum.  terletak di Kecamatan Tidore Utara pantai dipenuhi bebatuan kecil, berpasir halus, dan air lautnya bersih hanya  5 menit dari pelabuhan Rum. Inilah kawasan wisata pantai pertama yang bisa dikunjungi.

pantai Rum, dengan ombak yang tenang, cocok untuk bersantai

3. Keraton Tidore. Di sini Anda bisa melihat bangunan Keraton Tidore yang berdiri megah dengan latar belakang Gunung Kie Matubu setinggi 1.730 meter. Di lantai dasar bangunan keraton, terletak museum. Foto-foto di museum ini menggambarkan perjalanan Kesultanan Tidore, kedatangan para penjajah untuk mencari rempah-rempah dan ketika Republik Indonesia berusia muda.

Keraton Tidore

Setiap tanggal 12 April di Keraton Tidore berlangsung upacara memperingati Hari Jadi Kota Tidore Kepulauan. Warga Tidore menyambutnya dengan gembira. Upacara adat dan tarian sakral ditampilkan.

Mesjid Kesultanan Tidore

Dan tak jauh dari Keraton, juga berdiri cantik mesjid kesultanan Tidore, dengan atap berwarna biru, dengan beduk besar di gapuranya.

4. Benteng Tore dan Tahula, berada di Barat laut pulau Tidore.  Dua benteng peninggalan bangsa Portugis di Tidore.  Benteng tersebut hanya berupa sisa-sisa batu dan reruntuhan, tapi dari luar (pantai) terlihat jelas bentuk benteng yang luas dan gagah. 2 benteng Portugis ini hancur karena diserang oleh Belanda diabad ke-17.

Tangga menuju Benteng Torre

 

Benteng Torre

 

Benteng Tahula

 

Tidore dari atas benteng Tahula

Benteng Torre dan Tahula berada di lokasi yang cukup tinggi. Di tempat ini, Anda bisa melihat dengan jelas keindahan laut yang memisahkan Pulau Tidore dan Pulau Halmahera serta Kota Soasio yang dibangun oleh pelaut Spanyol “Sebastiano De Elaco”. Siapkan kaki yang kokoh, karena anak tangganya lumayan banyak, Namun, semua jerih payah akan terbayar ketika sampai di ujung benteng, dari sini kita bisa melihat luas pemandangan Tidore.

5. Pantai Ake Sahu. Pantai ini memiliki keunikan tersendiri karena memiliki pemandian air panas yang berupa air tawar di pinggir pantai. bisa berendam di kolam air panas sambil menikmati keindahan laut. Masyarakat di Tidore percaya bahwa jika mereka berendam di air panas tersebut dan mengikatkan plastik di pohon yang tumbuh disamping air panas tersebut maka akan sembuh dari penyakit yang diderita khususnya penyakit kulit.

 

Pantai Ake Sahu
Kolam tempat berendam, konon dapat menyembuhkan penyakit kulit

bisa juga dilanjutkan dengan bermain air di pinggir pantai. Jika sudah terasa lelah maka bisa beristirahat di Gazebo yang sudah tersedia. Pilihlah waktu agak sore supaya tidak terlalu panas.

6. Makam Sultan Nuku.  

Salah satu tokoh asal Tidore yang terkenal adalah Sultan Nuku yang juga telah diangkat sebagai pahlawan nasional. Nama tokoh ini juga diabadikan sebagai nama kapal perang KRI Nuku.

 

7. Museum Kesultanan Tidore “Sonyine Malige” . 

Museum Sonyine Malige

Tak banyak yang bisa saya temukan saat mengunjungi museum ini. Letaknya tak jauh dari benteng Talehu. Karena dari tepi jalan gerbang Museum ini kita bisa melihat jelas Benteng Talehu di atas bukit. Museum Sonyine Malige ini adalah satu-satunya museum yang ada di Tidore. Museum ini banyak menyimpan berbagai peninggalan Kesultanan Tidore. Sejak jaman perjuangan melawan Spanyol, Portugus dan Belanda. Replika singgasana kesultanan, replika rumah adat, perlengkapan berburu, alat-alat perang, hingga ornament kesultanan. Bahkan ada sebuah al-quran bertulis tangan yang di perkirakan sebagai al-quran tertua di Pulau Tidore. Semoga di lain waktu saat kembali ke Tidore , saya sudah bisa masuk melihat koleksi barang-barang di dalam museum.

8. Pulau Rp 1000, Maitara 

Kunjungan saya berakhir di pulau Maitara. Pulau yang tergambar pada selembar uang kertas Rp1000, disini di bangun pula tugu Rp 1000.  Sebagai icon pulau Maitara.  Maitara menjadi istimewa karena menjadi batas antara dua kesultanan Ternate dan Tidore.  Tak hanya itu Maitara konon memiliki kebun Cengkeh tertua di dunia, namun hal paling penting adalah saya ingin memandang santai gunung Gamalama yang cantik dari Maitara.  Memandang kerlap kerlip lampu kota Ternate, perlahan matahari mulai turun, saya masih berdiri tertegun detik demi detik perlahan ia kembali ke peraduan,  Jembatan kayu panjang menjorok ke arah laut, berdiri di ujungnya. Subhanallah, disini damai sekali.  Hening dan menyatu terasa dekat dengan sang Pencipta Alam.

Bagaimana Menuju Tidore? Tidore belum memiliki bandara. Penerbangan dari Jakarta harus mendarat di Bandara Babullah, di Pulau Ternate. Maskapai penerbangan yang terbang langsung ke Ternate adalah Garuda, Sriwijaya Air dan Lion Air yang dilakukan setiap hari dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam. Penerbangan langsung dilakukan dari Jakarta pada tengah malam dan tiba di Ternate pada pagi hari. Sementara penerbangan tidak langsung bisa melalui Makassar, Manado dan Ambon.

Setibanya di Bandara Babullah, Ternate, dilanjutkan perjalanan  darat ke pelabuhan Bastiong sekitar 10 menit. Dari Bastiong tersedia dua angkutan laut menuju pelabuhan Rum di Pulau Tidore yaitu feri dan speed boat.

Tarif feri untuk penumpang sebesar Rp 7.000 dan mobil Rp 60.000. lama penyeberangan sekitar 30 menit. Sementara menggunakan speed boat tarif per orang Rp 9.000. Atau Anda bisa mencarter speed boat sebesar Rp 70.000. Lama penyeberangan cuma 15 menit saja.

Dari Pelabuhan Rum, bisa menggunakan angkutan kota dengan tarif Rp 9.000 menuju kota Soasio, ibu kota Tidore Kepulauan. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Kita akan melewati pesisir pantai dengan pemandangan yang indah serta melihat Gunung Gamalama di Ternate. Selama berada di Soasio, lebih mudah menggunakan bentor atau becak motor, tarifnya sekitar Rp 5.000 (jauh-dekat silakan di nego ya).

Penginapan.  Hanya satu penginapan yang tersedia di Tidore, yakni Hotel Seroja dengan tarif yang cukup terjangkau dengan dua tempat tidur (twin bed) dan dilengkapi dengan AC. Untuk tarif lebih murah juga tersedia jika memilih kamar yang non-AC atau kipas angin. Letak hotel ini 30 menit dari Pelabuhan Rum.

 

 

Comments

    1. Post
      Author
    1. Post
      Author
    1. Post
      Author
    1. Post
      Author
    1. Post
      Author
    1. Post
      Author
  1. Gathmir

    Sedikit koreksi mb, elcano nyampe 1521 bkn 1512 (typo ya), utk mengenang 500th expedisi Magellan (yg diteruskan elcano krn magellan dibunuh di philipine), 17 kota yg disinggahi expedisi ini akan melakukan napak tilas dimulai dr spanyol 2019 dan berakhir di Tidore 2021 sebagai tuan rumah.
    Terkait titik NOL, berikut historynya…..

    Perjanjian Tordesilllas (Bahasa Portugis: Tratado de Tordesilhas, Bahasa Spanyol: Tratado de Tordesillas) adalah suatu perjanjian yang ditandatangani di Tordesillas (sekarang di provinsi Valladolid, Spanyol) pada 7 Juni 1494 yang membagi dunia di luar Eropa menjadi duopoli eksklusif antara Spanyol dan Portugal sepanjang suatu meridian 1550 km sebelah barat kepulauan Tanjung Verde (lepas pantai barat Afrika), sekitar 39°53’BB. Wilayah sebelah timur dimiliki oleh Portugis dan sebelah barat oleh Spanyol. Perjanjian ini diratifikasi oleh Spanyol pada 2 Juli dan Portugis pada 5 September 1494. Titik awalnya ditentukan tapi ujungnya tidak ditentukan karena belum ada yg mengetahuinya. Pada saat itu Portugis sudah berada di Ternate, dan ketika Spanyol menginjakkan kakinya ke Tidore, Portugal protes karena menganggap Spanyol tidak berhak sesuai perjanjian Tordesillas. Sebaliknya Spanyol mengatakan kami mengikuti arah barat sesuai dgn perjanjian tsb. Akhirnya baru disadari bahwa Bumi itu BULAT. Jadi tidak salah kalau antara Tidore & Ternate disebut titik NOL….

    1. Post
      Author
  2. Eko Nurhuda

    Hai, Mbak. Senang ya bisa ke Tidore. Next time ke sana menjelan 12 April supaya dapat mengikuti prosesi Hari Jadi Tidore yang bakal berkesan banget. Tapi Tidore itu serupa candu. Semakin kita hisap semakin bikin ketagihan. Dua kali saya ke sana, dan semakin bikin pengen ke sana lagi. Insya Allah tahun depan karena ada satu misi pribadi yang belum tertuntaskan dari dua kunjungan ke sana. Btw, dua kali saya ke sana (yang pertama 10 hari, yang kedua hanya 4 hari) Museum Sonyine Malige itu gak pernah buka. Malah kalau mau lihat-lihat benda peninggalan Tidore mending ke basement Kadato Kie saja.

    Btw, nice posting. Saya malah belum bikin posting satu pun tentang Tidore 🙂

    1. Post
      Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *