Kwietiau Pontianak
Ada yang lain, ruang tunggu dipenuhi calon penumpang ber-etnis Tionghoa, mungkin saya urutan kelima yang bukan keturunan Tionghoa, walau saya bermata sipit juga, rupanya nuansa Cap Go Meh sudah berawal dari ruangan ini, satu persatu penumpang saya amati, seketika angan saya pun melayang ditemani suara iklan dilayar kaca TV, hmmm ada apa saja di Singkawang, bagaimana kotanya?, Ta tung itu bagaimana ya? Seseram pemberitaan di TV kah? Berbahayakah bagi penonton? Semua hadir dalam angan-angan sejenak, sabar… ujar saya dalam hati, semua akan baik-baik saja, hanya dalam hitungan jam semua itu akan hadir di depan mata apalagi impian menyaksikan langsung Cap Go Meh lengkap dengan Ta tung tentu menjadi idaman saya sejak dulu. Sabar menanti boarding penerbangan sore menuju Pontianak
Lamunan selintas mengusir waktu yang berjalan lambat, tak berapa lama kemudian sayapun sudah bergegas mengangkat camera serta backpack mengambil jalur antri meninggalkan ruang tunggu bandara, duduk di kursi 5C di akhir petang, sudah tak bisa memanjakan mata saya lagi dengan pemandangan udara, hanya kelam dan sinar lampu dari sayap yang terlihat di jendela, tak terasa satu setengah jam diudara, tiba di Pontianak pukul 19.30 Wib, tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Pontianak, mengutip kalimat informasi yang laiknya di sampaikan oleh pilot di atas pesawat, dijemput teman baik satu kampus Nurul, kami melaju meninggalkan bandara Supadio mencari makan malam, perjalanan menuju kota Pontianak tidak begitu jauh 15-20 menit saja, daerah K.H. Wahid Hasyim di daerah Sui Bangkong dikenal banyak penjaja makanan, berhenti di satu ruko, di kaca etalase bertulis kwitiau goreng, rebus, mie goreng, rebus, tentu dengan menu khas ini yang saya cari, apalagi kalau bukan kwietiau goreng! …. asap mengepul dari balik wajan/wok dari logam besar, siraman minyak panas, tauge, daging iris, kecap dan bumbu-bumbu lengkap meloncat ke dalam tumpukan kwitiau dalam wajan panas, seketika kwitiau putih itupun berubah warna menjadi coklat pekat , aroma menyebar ke penjuru ruangan, tak sabar mengisi perut, obrolan yang tertunda di sepanjang perjalanan bersambut lagi, minuman khas, zur tahu (air tahu) atau biasa disebut susu kedelai, tersaji di atas meja, hmm tentu sangat segar membasahi tenggorokan. Kenyang ? tentu…. sepiring kwitiau dengan porsi berlebih bukan jadi alasan bagi saya untuk tetap berada di posisi lapar.
Malam semakin larut, pukul 11 malam terasa begitu sepi, kendaraan hanya melintas 2-3 buah mobil dan beberapa sepeda motor. Malam ini saya bermalam di rumah Nurul, untuk keesokan harinya melaju dengan travel menuju Singkawang, “Selamat malam dari kota Pontianak”, kalimat salam terakhir yang sempat saya posting di media uber social
Menuju Singkawang
Travel hadir pukul 11 tepat, bergabung pula Ingrid, Maya dan Ebbie yang baru tiba di Pontianak pagi ini, travel langsung terasa penuh dengan tas kamera dan backpack kami, meluncur tenang meninggalkan Pontianak, sepanjang perjalanan tak henti mata saya memandang dari balik kaca travel, travel atau taksi biasa masyarakat Pontianak menyebutkan, beroperasi 3 – 4 kali dalam sehari. Jarak 145 km berhasil di tempuh dalam waktu 3 jam, dengan biaya 90.000 rupiah perorang.
Memasuki Singkawang aura Cap Go Meh sudah terasa, lampion dimana-mana, baliho dan spanduk Cap Go Meh terpampang di sudut-sudut kota, kemudian travel melintas di jalan Merdeka, terpasang tinggi baliho di pojok Mesjid Raya bertuliskan Ta’aruf akbar memperingati Maulid nabi Muhammad SAW, seketika sayapun tertegun, berarti sehari sebelum puncak Cap Go Meh, ada Ta’aruf akbar, moment yang langka dan harus disaksikan, bagaimana dua budaya, dua pemahaman berjalan dalam rentang waktu hampir bersamaan, ini sebuah signal kehidupan toleransi berbudaya dan beragama di kota ini begitu serasi.
Penginapan dan hotel sudah penuh terisi oleh pendatang, ratusan turis lokal dan asing hadir ramai-ramai memasuki kota Singkawang, harga hotel hingga kost-kostan juga dijadikan tempat bermalam para pendatang , yang otomatis melambung hingga naik 100 persen, perlu menjadi catatan penting apabila berencana tahun depan ke kota ini disaat perayaan Cap Go Meh, ada baiknya book hotel jauh-jauh hari sebelumnya.Ttidak ada hotel dan penginapan lagi yang kosong, beruntunglah kami mendapat tempat bermalam di rumah sahabat kami Retni yang juga seorang penulis novel.
Kota Singkawang yang dijuluki “Kota Cap Go Meh”, “Kota Ta tung”, “Kota Seribu Lampion”, “Kota Seribu Klenteng”, “Kota Amoy”, “Hongkongnya Kalimantan Barat”, hal ini disebabkan lebih dari 60 persen penduduknya adalah etnisTtionghoa, sisanya ada suku Jawa, Melayu dan Dayak, hampir 50 persen penduduknya memeluk agama Budha, 20 persen Islam, 10 % Khonghucu , 15 % Katolik , 4 % Protestan, 2 % Tao dan 0.011% Hindu.
Setelah berisitirahat sejenak di rumah Retni, malam hari Kami bergabung dengan rekan-rekan fotografer di Singkawang. Singkawang telah di padati tamu dari berbagai kalangan penikmat, penonton, fotografer atau tokoh-tokoh daerah, tokoh agama dan turis asing, para pemburu berita dan tentu masyarakat setempat sudah berada tumpah ruah di kota ini, malam hari akan ada pawai lampion yang dimulai dari lapangan Kridasana, di lapangan ini juga di buat miniature tembok china sepanjang 200m, kolam teratai yang menggambarkan susasana di negeri China, yang unik dari pesta lampion ini adalah, bentuk lampionnya yang berbentuk naga, sepanjang 138 meter, yang diangkut ratusan para penopang, lampion besar ini diarak di jalan-jalan utama kota.
Kepadatan masyarakat sudah membludak memenuhi tiap ruas jalan, sulit sekali menerobos barisan, selain itu di sisi jalan juga masih bersliweran motor dan mobil yang sudah pasti terjebak macet, klakson saling berebut berteriak, sejumlah aparat polisi terus berusaha mengatur ketertiban di sana sini, lebih dari 700 personil petugas sudah dikerahkan mengamankan sejumlah acara padat beberapa hari ke depan, operasi pengamanan ini dicanangkan sebagai operasi Liong.
Lampion naga raksasa, sudah tampak mulai berjalan dari arah lapangan Kridasana, posisi saya masih saja berada di balik punggung-punggung tinggi penonton, ada yang berdiri di atas sepeda motor, berdiri di atap-atap mobil, bagaimana saya bisa memotret? Sambil mencari sedikit celah, berusaha menerobos punggung besar, dan upsss ! … seketika meloncat cepat kearah jalanan, saat ini saya sudah berada tepat di depan lampion naga, berkejaran dengan para penggotong lampion dan kepala naga, sesaat saya berhenti dan hanya menikmati saja suasana keriuhan, terseret arus massa hingga persimpangan jalan Sejahtera, yaaa luar biasa, semua masyarakat begitu terhibur, di barisan belakang lampion naga juga diikuti barisan mobil yang membawa misi masing-masing, namun semua bertema Cap Go Meh, mulai dari pemerintahan, bank, badan usaha, bahkan barisan amoy nan cantik-cantik.
setelah terasa jauh berjalan mengikuti iring-iringan lampion naga, saya biarkan saja parade lampion dan mobil-mobil hias berlalu, rasa letih dan lelah mulai menghinggap, sesaat bertegur sama dengan rekan-rekan, banyak sekali bertemu teman-teman dari Jakarta, tegur sapa dan obrolan pinggir jalan berpindah ke Kedai kopi Continental, kedai kopi yang berada di lantai dasar Hotel Prapatan di jl Sejahtera, sejuk terasa memasuki kedai ini, sesaat mendinginkan badan yang sudah berpeluh keringat dalam ruang ber pendingin, kedai tumpah ruah dengan tamu, sajian jajanan ringan, kopi dan es krim juga ada, kaca lebar di dalam kedai sangat membantu menikmati Singkawang di malam hari, sambil mengamati satu persatu kerumunan orang-orang meninggalkan keramaian
Pawai Ta’aruf
Pagi ini bergegas kembali ke pusat kota Singkawang, suara Syalawat bergema dari menara Mesjid raya, Mesjid megah kebanggan rakyat Singkawang, diujung jalan Merdeka, kubah besar berwarna keemasan, 2 buah menara tinggi, pilar-pilar hijau berdiri kokoh menopang teras, di jalan depan halaman Mesjid sudah ramai berkumpul para peserta Ta’aruf barisan remaja berpakaian putih bersih lengkap dengan balutan jilbab putih melekat rapi di kepala, dan remaja pria muda berbaris berpakaian warna sama disisi seberangnya, dilengkapi dengan kopiah hitam, khas busana muslim pada umumnya, potongan ayat-ayat betuliskan asmaul husna (sifat-sifat nama Allah) berderet dalam barisan plang kayu, di bagian belakang umbul-umbul warna hijau dari lidi yang diuntai kertas perak warna hijau berderet-deret, menambah meriah dan semaraknya barisan putih.

Pawai Ta’aruf (pawai=peragaan, Ta’aruf =berkeliling kota), pawai kali ini diadakan dalam rangka memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, yaitu pada tanggal 12 Robiul Awal tahun Hijriyah. Tujuan pawai ini adalah menjadi bagian dalam melakukan syiar agama. mengingat kembali sejarah kehidupan yang universal dan abadi Nabi Muhammad SAW mengingat tauladan kepribadianNya dalam membawa ajaran Islam, momentum maulid ini bukalah bentuk euphoria, namun diharapkan dapat kembali membangkitkan semangat keimanan dan ketaqwaan tidak hanya bagi umat muslim namun juga kehidupan sesama makhluk ciptaan Tuhan yang hidup berdampingan sebagai bentuk tanggung jawab sosial, menghindari perselisihan dan menjauhkan diri dari perbuatan merugikan diri sendiri dan orang lain

rute pawai inipun dibagi dua, yang berjalan kaki mengambil start di depan Mesjid Raya Singkawang melewati Jl. Merdeka, Jl. Niaga, Jl. Budi Utomo, Jl. Nusantara, Jl. Jenderal Sudirman, Jl. Pemuda dan finish kembali di depan Mesjid, sedangkan pawai Ta’aruf menggunakan mobil hias, start dari depan Mesjid Raya melalui Jl. Merdeka, Jl. Sejahtera, Jl. Pangeran Diponegoro, Jl. Firdaus, Jl. Alianyang, Jl. Ratu Sepudak, Jl. Semai, Jl. Pramuka, Jl. Jenderal Sudirman, Jl. Pemuda dan finish juga di depan Mesjid Raya kembali.
Tabuh-tabuhan rebana, dan bedug, serta syalawat bertalu-talu berkumandang sepanjang jalan, segala lapisan masyarakat tua dan muda tumpah ruah di jalanan menyaksikan pawai ini, barisan pelajar hingga orang tua laki–laki dan perempuan membaur dalam suasana pawai, mobil hias pun meraung-raung dengan lagu-lagu nasyid, aneka bentuk mobil hias siih berganti, ada yang berbentuk al-quran, unta padang pasir, Mesjid, ka’bah melintasi jalan-jalan protokol di kota ini.
Tiba-tiba muncul ide mengambil gambar dari tempat tinggi, badan sayapun memutar mencari tempat ataupun rumah yang bisa saya tumpangi untuk mengabadikan momen bagus ini, dan tertuju pada sebuah warung muslim salah satu pengurus Mesjid, setelah meminta ijin menaiki rumahnya, sayapun bergegas mengambil beberapa gambar, “UNIK” itulah satu kata yang langsung tercetus di benak saya, hari ini peringatan Maulid Nabi, dan besok Cap Go Meh, dua momen yang nyaris berbeda, mobil-mobil hiaspun melintas tertib di depan klenteng, sementara para umat Budha juga merasa tak terusik dengan pawai Ta’aruf ini, tetap melakukan sembahyang seperti biasa, dari lantai dua rumah ini saya sekaligus bisa menyaksikan pemandangan Mesjid diujung jalan dan klenteng di ujung jalan satunya, Klenteng atau biasa disebut juga dengan Pekong, klenteng ini adalah klenteng tertua di Singkawang, tertulis besar di depan klenteng dengan tulisan Vihara Tridharma Bumi Raya
Tak lebih dari 2 jam suasana pawai yang tadinya riuh berangsur sepi, dan sayapun turun mencari Maya dan Ebbie yang telah berbaur juga bersama masyarakat, kemana lagi setelah ini? Tentu Kantin “Nikmat” menjadi sasaran berikutnya, kantin atau sering disebut kedai kopi ini sangat terkenal di Singkawang, belum lengkap rasanya kalau belum singgah dan duduk sarapan di tempat ini.
kantin “nikmat” di ujung gang kecil di jalan Sejahtera telah padat di penuhi pengunjung, sesuai sekali dengan namanya, kantin ini menyajikan aneka kue basah tradisional yang nikmat serta lengkap dengan kopi hitam Robusta, kue-kue aneka rasa dan bentuk tertata rapi dalam etalase kaca persegi lima model kuno, di sudut etalase aktivitas pramusaji sibuk melayani tamu dengan pesanan kopi, teh hangat, susu atau telur setengah matang, 10 menit berselang pesanan teh hangat milik saya, kopi hitam milik Ebbie dan susu coklat pesanan Maya, ditemani dua buah telur setengah matang dan 2 buah kue susu telah hadir di meja kayu, matahari pagi menembus dinding ruang kantin ini, menambah hangatnya sarapan kali ini, kantin ini padat dengan pengunjung didominasi para tamu luar kota yang baru saa menyaksikan pawai Ta’aruf, sambil memandang satu demi satu kendaraan yang melintas di depan kantin, kendaraan sudah di hias dengan pernak pernik bernuansa merah menyala, dung … dung… dung… dung tabuh- tabuhan yang dipukul dari atas truck penuh dengan tandu Ta tung, lampion, genderang
Apakah ada syarat untuk bisa menjadi Ta tung? yang bisa menjadi Ta tung bukan orang sembarang. Ta tung yang identik dengan kesaktian diyakini dilahirkan karena takdir, sehingga mereka bisa dimasuki roh roh, sebelum menjadi Ta tung biasanya mereka berpuasa dahulu 3 hari dan melakukan sembahyang di klenteng, berhasil menjadi Ta tung adaah sebuah kebanggan, sebuah panggilan jiwa, bentuk pengabdian pada budaya dan agama
Persiapan Cap Go Meh
Usai sudah sarapan nikmat di kedai nikmat, kamipun berjalan santai di pusat kota, kembali melihat keunikan kota amoy dengan hiasan lampion merah di sepanjang jalan, lampion tidak hanya bergelantungan di sepanjang jalan, namun juga di setiap rumah, gang kecil, dan teras toko, kehidupan siang itu kembali berjalan seperti biasa, seolah tidak ada lagi kehirukpikukan suasana Maulid, kota kembali tenang, satu dua tiga dan banyak rombongan pengarak Ta tung mulai berdatangan dari penjuru daerah, semua menuju klenteng untuk melakukan persembahyangan ataupun ritual sebelum pelaksanaan Cap Go Meh keesokan harinya

Sore hari orang-orang kembali memenuhi ruas jalan Budi utomo, jalan Sejahtera, jalan Setia Budi, Vihara Tri Dharma Bumi Raya sudah semakin sesak oleh penonton dan rombonga Ta tung, silih berganti para Ta tung di tandu dan melakukan penghormatan, sembahyang, dan dimulailah proses pemasukan roh, dan tidak memakan waktu yang lama, dalam Ta tung adalah sebutan manusia yang dijadikan media bagi roh orang yang sudah meninggal yang di panggil kembali oleh para pendeta untuk memasuki tubuh manusia, roh yang dipanggil adalah roh- roh baik yang mampu menangkal roh roh jahat, sehingga kehidupan bermasyarakat bisa terhindar dari pengaruh buruk roh roh jahat sebelumnya, otomatis prosesi pemanggilan roh untuk memasuki tubuh Ta tung ini menjadi sangat kental dengan suasana mistis, dupa di bakar, aroma dupa menyebar ke seluruh penjuru, bau menyengat ke hidung, Ta tung melakukan hitungan detik, Ta tung sudah jadi dan atraksi menggorok leher, memotong lidah dengan pedang, meloncat-loncat di atas paku, menusuk pipi dengan sebilah besi panjang, memakan hewan hidup, dan meloncat-loncat di atas sebilah pedang tajam, menjadi pemandangan yang umum, jangan coba-coba memegang pedang-pedang di kursi Ta tung, karena semua itu asli dan sangat tajam.
seketika saya juga miris dan merasa ciut menyaksikan satu demi satu adegan sore itu, ada rasa takut yang muncul, bagaimana kalau tiba-tiba Ta tung itu salah arah dan pedang-pedang itu menghujam tubuh saya.
Puncak Cap Go Meh
Puncak Cap Go Meh berlangsung di hari Senin 6 Februari 2012, bertepatan pada hari ke 15 di bulan pertama Imlek tahun 2563. Imlek bagi masayarakat Tionghoa di Singkawang menjadi ajang hari Raya bagi umat muslim, yang dirayakan setiap tahunnya. Kehadiran Ta tung menjadi ciri khas Cap Go Meh di Singkawang,

Panggung besar sudah terpasang di jalan Diponegoro, di depan sebuah gedung Kota Indah yang dahulu bekas sebuah bioskop dipuncak menara tertulis angka 1954, gedung tua ini juga sebagai bentuk sisa sejarah di kota Singkawang.
Pembukaan Cap Go Meh dihadiri oleh para pejabat daerah, di depan panggung tersusun juga tempat duduk berjajar ke atas bagi para tamu asing maupun undangan, genderang berhias pita dan rangakian bunga berwarna merah di tabuh, pertanda Cap Go Meh tahun ini resmi di buka, dan atraksi Ta tung pun satu persatu melintasi jalan, menghadirkan 765 Ta tung, atau bertambah 15 Ta tung dibandingkan tahun lalu. Mulai dari Stadion Kridasana, Jl. GS Lelanang, Jl.Diponegoro, Jl.Niaga, Jl.Budi Utomo, Jl.Bawal, Jl.Setia Budi, Jl. Niaga, dan berakhir di Patung Naga, Patung Naga atau Tugu Naga ini menjadi maskot dan kebanggan kota Singkawang.
Menjelang siang sebanyak 700an Ta tung telah habis beratraksi, petugas kebersihan begitu sigap membersihkan sisa-sisa pawai Cap Go Meh, tiga puluh menit kemudian jalan sudah sepi oleh arak-arakan, suasana kembali normal, kendaraan sudah berlalu lalang kembali, mata saya menuju ke langit biru, lampion-lampion masih bergelantungan, saksi bisu kemeriahan Cap Go Meh yang baru saja usai, suasana seribu lampion tetap terukir di setiap ruas jalan
Tidak ada gading yang tak retak, apakah kota ini selalu tenang dalam toleransi? Tidak juga, berbagai konflik horizontal yang berbau SARA, fanatisme sempit maupun sentimen primordial bisa hadir setiap saat, bukan hanya menjadi tugas aparatur daerah, tokoh agama, yang utama adalah masyarakat itu sendiri sebagai tonggak terpenting dalam setiap nafas dan dinamika kehidupan.

“Bagimu agamamu, bagiku agamaku” setiap budaya, setiap agama selalu menanamkan kehidupan saling menghargai, menghormati dalam cinta dan damai, dua event besar ini menunjukkan bahwa dua cara pandang berbeda, dua tradisi berbeda, dua pemahaman yang berbeda bisa tampil bersanding bersama, sesuai dengan motto kota Singkawang, “Bersatu Untuk Maju”
Hotel di Singkawang
- MAHKOTA Jl. P. Diponegoro No. 1 Singkawang 0562-631244
- PASEBAN Jl. Ismail Tahir No.41 Singkawang 0562-631440
- SANGKUBANA Jl. Gunung Kerinci Singkawang 0562-631990
- SINAR KHATULISTIWA (KHATULISTIWA I) Jl. Selamat Karman No. 17 Singkawang 0562-631697
- KHATULISTIWA II Jl. P. Diponegoro No 25 Singkawang 0562-631816
- CENTURY HOTEL Jl. P. Diponegoro No.59 Singkawang 0562-632047
- WISMA TANJUNG Jl. Yohana Godang Singkawang 0562-631983
- ALAM INDAH Jl. A. Yani Singkawang 0562-631369
- WATAMPONE Jl. G.M. Situt (Bhakti) No.61 Skw 0562-632252
- JAYA WIJAYA Jl. Stasiun No.76 Singkawang 0562-634983
- KALBAR Jl. Kepol Mahmud No.1 Singkawang 0562-631460
- PUTRA KALBAR I Jl. Kepol Mahmud No 1 Singkawang 0562-631430
- PUTRA KALBAR III JL. Selamat Karman No 2 2H 0562-631551
- SINGKAWANG Jl. Kepol Mahmud Singkawang
- PRAPATAN Jl. Sejahtera no 1 Singkawang 0562-636888
- BUKIT PERMAI Jl. Gunung Roban Singkawang
- PALAPA BEACH HOTEL JL. Padang Pasir No.17 0562-633402
- NATUNA Jl. Raya Sedau (T. Impian Pasir Panjang) 0562-632047
- RESTU Jl. Stasiun No. 77 Singkawang